Sunday, May 18, 2014

Terjemahan Puisi Paradise Lost Buku II



Buku II                                                                                                                         John Milton
Tinggi di atas tahta kerajaan, yang jauh
Termahsyur dari kekayaan Ormus dan India
Atau tanah-tanah timur yang kaya raya
Memandikan raja-raja bengisnya dengan emas dan permata
Setan duduk dipuja-puji, dengan kepantasan dinaikkan
Ke ketinggian terburuk itu; dan dari keputuasaan
Yang melebihi harapan asa, mencita-citakan
Jauh lebih tinggi lagi, tidak pernah puas melancarkan
Perang sia-sia di Surga; dan, tidak juga berhasil mengambil pelajaran
Pikiran-pikiran angkuhnya kemudian menampakkan
‘Kekuasaan dan Kerajaan ,  para penghuni surgawi
Sebab,  tidak ada dalamnya jurang dapat menampung
Kekuatan makhluk abadi, meski tertawan dan terjatuh
Aku tak membiarkan surga terhilang, dari kejatuhan ini
Kebajikan langit akan menanjak muncul
Lebih gemilang dan mengerikan dibanding  sebelum kejatuhan ini
Tak perlu takut akan nasib kedua kalinya
Meskipun akulah yang benar, dan ketetapan hukum-hukum surga,
Pertama kali menciptakan bagimu pemimpin sebelum kehendak bebas
Dengan apa yang ada selain sidang dan pertempuran
Telah mencapai kegemilangan, namun kekalahan ini,
Sejauh ini setidaknya terpulihkan, terlebih lagi
Ditegakkan di sebuah tempat aman, sebuah takhta yang takkan dicemburui
Yang diserahkan dengan penuh restu. Keadaan yang lebih menyenangkan
Di sorga, yang menyertai martabat, mungkin membangkitkan
Kedengkian dari tiap-tiap malaikat yang rendah; tapi siapa di sini
Yang akan mencemburui dia yang tempat tertinggi menampakkan
Perlawanan terdepan akan rencana-rencana pemilik guntur
Yang menjadi tembok pertahananmu, dan dikutuk dalam persekutuan bersama
Akan derita tiada akhir?  Dimana tidak ada kelebihan
Yang akan dipertengkarkan, tak ada perselisihan yang akan timbul
Dari tiap-tiap pihak: sebab pasti tak ada yang mau memperebutkan neraka
Terutama: tak ada yang mendapatkan pembagian yang begitu kecil
Dari derita sekarang ini yang dengan pikiran berapi-api
Akan mengingini lebih banyak lagi! Dengan kelebihan inilah, maka,
Kita akan bersatu, dan keyakinan teguh, serta persetujuan tak tergoyahkan
Lebih dari apa yang ada di surga, kini kita akan kembali
Merebut warisan kita dari dulu kala
Lebih pasti makmur dari segala kemakmuran
Bisa menjamin kita;  dengan cara terbaik
Apakah perang terbuka atau dengan muslihat terselubung
Kita kini merundingkannya. Siapa yang bisa mempetuahkan boleh berbicara.
Usai dia berbicara; Disebelahnya Moloch, Pemegang tongkat kekuasaan
Bangkit berdiri- Ruh yang paling kuat dan ganas
Yang bertarung di Suga, kini diperganas oleh keputusasaan.
Ia yakin dengan Sang Abadi dapat dianggap
Setara dalam kekuataan, dan bahkan kurang kuasa
Tidak peduli sama sekali; dengan semua yang telah terhilang
Mengusir pergi kegentarannya; akan Tuhan, Neraka, atau yang lebih buruk lagi
Ia tidak mempedulikannya, dan kata kata ini diucapkannya kemudian.
Nasehatku adalah Perang terbuka: Mengenai Tipudaya,
Lebih tidak berkeahlian, aku tidak berbangga: biarlah mereka
Bersiasat jikalau harus, atau ketika diperlukan, namun jangan sekarang.
Sebab sementara mereka duduk bersiasat, sisanya yang lain,
Berjuta juta yang berdiri Bersenjata, dan menanti penuh keinginan
Tanda untuk naik bangkit, yang sekarang duduk diam disini
Para buronan Sorga, dan sebagai ganti tempat tinggal mereka
Menerima Sarang kehinaan yang gelap dan memalukan ini,
Penjara KezalimanNya yang Memerintah
Karena kita berlambat lambat? Tidak, mari kita memilih
Dipersenjatai dengan nyala Neraka dan amuk sekaligus
Melalui Menara Menara tinggi Sorga memaksa masuk tanpa bisa dibendung,
Dan mengubah Siksaan kita menjadi Senjata yang mengerikan
Melawan Sang Penyiksa; saat melawan suara
KendaraanNya yang Mahakuasa Dia akan mendengar
Petir Neraka, dan sebagai ganti Halilintar melihat
Api hitam dan kengerian yang ditembakkan dengan murka yang sama
Diantara Malaikat MalaikatNya; dan TahtaNya sendiri
Bercampur dengan Belerang Tartarus, dan api yang asing,
Yang merupakan Siksaan yang diciptakanNya sendiri. Namun barangkali
Jalan kita kelihatannya sulit dan curam untuk ditempuh
Dengan sayap sayap tegak melawan seteru yang lebih tinggi.
Biar mereka berpikir, jikalau rendaman lelap
Dari Danau yang penuh kelupaan itu belum melumpuhkan,
Sehingga dengan gerak pantas kita bisa bangkit
Naik ke kediaman semula kita: gerak turun dan kejatuhan
Bagi kita hal yang hina. Siapa yang baru baru ini belum merasakan
Ketika Musuh kita yang ganas mengejar dekat Barisan Belakang kita yang terpecah
Dengan menghina, dan mengejar kita melalui Jurang Dalam,
Dengan paksaan dan pelarian yang susah payah demikiankah
Kita tenggelam demikian rendahnya? Menaiki itu mudah saja;
Hasilnya pantas kita takuti; haruskah kita memancing lagi
Dia yang lebih kuat dari kita, MurkaNya bisa menemukan cara yang lebih buruk lagi
Untuk menghancurkan kita: jikalau di Neraka
Ketakutan akan hal yang lebih buruk sudah musnah: apa yang bisa lebih buruk
Daripada tinggal disini, diusir keluar dari kebahagiaan, terkutuk
Dalam kedalaman hina ini untuk terus mengucapkan ratap;
Dimana kesakitan dari api yang tak terpadamkan
Harus terus menyiksa kita tanpa harapan akan berakhir
Pelayan Pelayan kemarahanNya, ketika Hajaran
Tanpa bisa ditolak, dan saat saat penuh siksaan
Memanggil kita menuju Pertobatan? Lebih hancur dari demikian lagi
Kita akan jadi terhapus dan musnah sama sekali.
Apa yang perlu kita takutkan? Untuk apa kita ragu menyalakan
AmukNya yang teramat sangat? Yang jikalau sampai puncak kemurkaanNya,
Akan sepenuhnya menghanguskan kita, dan membuat menjadi
Musnah wujud ini, jauh lebih bahagia
Daripada menderita sengsara dalam wujud abadi:
Atau jikalau zat kita sememangnya Ilahi,
Dan tidak bisa musnah, seburuk buruknya kita
Dalam hal ini tidak apa apa; dan melalui pengalaman tersebut kita bisa merasakan
Kekuatan kita cukup untuk mengganggu SorgaNya,
Dan dengan serangan serangan berkelanjutan terus Membahayakan,
Walaupun tidak tertembus, TahtaNya yang ditakdirkan:
Yang jikalau bukan Kemenangan adalah Pembalasan.
Ia selesai dengan penuh kemarahan, dan wajahnya menunjukkan
Pembalasan penuh keputusasaan, dan pertempuran berbahaya
Bagi mahluk yang kurang dari Para illah. Di sisi lainnya naik berdiri
Belial, dalam tindak tanduk lebih anggun dan lemah lembut;
Malaikat yang lebih indah lagi tidak hilang dari Sorga; ia tampaknya
Penuh wibawa dan tujuan tujuan mulia:
Namun semuanya palsu dan kosong; walau Lidahnya
Meneteskan Manna, dan bisa membuat hal hal buruk tampak seperti
Tujuan yang lebih baik, untuk membingungkan dan menggagalkan
Nasehat Nasehat Paling Matang: sebab pikirannya memang hina;
Untuk berbuat jahat berpikir keras, namun untuk melakukan hal hal yang Lebih Mulia
Lamban dan malas: namun memang ia kedengarannya menyenangkan telinga,
Dan dengan nada suara penuh bujukan ia mulai.
Aku sememangnya menyetujui Perang terbuka, Oh Rekan Rekan,
Sebab aku tidak kurang bencinya; namun jika apa yang didorong sebagai
Alasan utama untuk melancarkan Perang dengan segera,
Tidak membuatku menjadi tidak yakin, dan tampaknya memperlihatkan
Pertanda yang mencemaskan atas hasil keseluruhan nantinya:
Ketika ia yang paling unggul dalam perbuatan perbuatan Perang,
Dalam hal hal yang ia nasehatkan dan lakukan
Tanpa keyakinan, mendasarkan keberaniannya pada rasa putus asa
Dan kemusnahan sepenuhnya, sebagai sasaran
Seluruh tujuannya, untuk mencapai balas dendam yang mengerikan.
Pertama tama, Balas Dendam apa? Menara Menara Sorga dipenuhi
Dengan penjaga penjaga Bersenjata, yang membuat semua jalan masuk
Tidak bisa ditembus; seringkali di bagian Jurang Dalam yang berbatasan
Berkemah Legion Legion mereka, atau dengan sayap sayap kasat mata
Mengintai jauh dan lebar sampai ke Daerah kegelapan,
Mencemooh segala sergapan. Atau bisakah kita memaksakan jalan
Dengan kekuatan, dan di belakang kita seluruh Neraka akan bangkit
Dengan Pemberontakan paling hitam, untuk membingungkan
Terang Sorga Yang Paling Suci, namun Musuh Besar kita
SeluruhNya tidak bisa dicemari akan diatas TahtaNya
Duduk tak tercemar, dan wujud Sorgawi
Yang tidak bisa dikotori akan segera mengeluarkan
Kekacauan di dalamnya, dan membersihkan api yang lebih kotor
Dengan Penuh Kemenangan. Jika kita terusir, harapan terakhir kita
Adalah keputusaan sepenuhnya; kita harus menahan sampai habis
Sang Penakluk Mahakuasa sampai selesai seluruh AmukNya,
Dan itu yang akan mengakhiri kita, itu menjadi kesembuhan bagi kita,
Menjadi musnah; kesembuhan menyedihkan; sebab siapa yang hendak kehilangan,
Walau penuh kesakitan sekalipun, wujud yang berakal budi ini,
Pikiran pikiran yang berkelana di sepanjang Kekekalan,
Malah menjadi musnah, tertelan dan terhilang
Dalam rahim luas kegelapan yang tidak tercipta,
Kosong akan rasa dan gerak? Dan siapa tahu,
Seandainya hal ini baik, apakah Seteru kita yang marah
Bisa memberikannya, atau akankah Dia? Bagaimana Dia bisa
Sungguh meragukan; bahwa Dia tidak akan pernah melakukannya adalah pasti.
Akankah Dia, begitu bijak, meluapkan sekaligus amukNya,
Pasti karena ketidakmampuan, atau tanpa sadar,
Memberikan kepada Musuh MusuhNya keinginan mereka, dan mengakhiri
Mereka dalam kemarahanNya, yang telah disimpankanNya
Untuk dihukum tanpa akhir? bagaimana kita akan berakhir?
Kata mereka yang menasehatkan Perang, kita diperintahkan,
Disimpankan dan ditakdirkan untuk kesengsaraan Abadi;
Apapun yang kita lakukan, apa lagi yang bisa kita derita,
Derita apa lagi yang bisa lebih buruk bagi kita? Apakah ini yang terburuk,
Duduk demikian, saling mencari nasehat, lalu Mempersenjatai diri?
Bagaimana jika kita melarikan diri dengan kekuatan penuh, dikejar dan dihajar
Dengan Petir Sorga yang menghajar, dan mencari cari
Jurang Dalam untuk menaungi kita? Neraka ini akan tampak
Seperti tempat perlindungan dari hajaran hajaran tersebut: atau saat kita terbaring
Dirantai dalam Lautan Api? Itu pasti lebih buruk lagi.
Bagaimana jikalau nafas yang menyalakan api api mengerikan itu
Terbangunkan akan meniupkan mereka tujuh kali lipat lebih mengamuk
Dan menenggelamkan kita dalam nyala nyala api? Atau dari atas
Nantinya pembalasan sambung menyambung mempersenjatai lagi
Tangan Kanan MerahNya yang akan menulahi kita? Bagaimana nantinya jikalau
Seluruh tempat penyimpanan Sorga dibuka, dan Langit
Neraka ini akan menyemburkan Lapisan Lapisan Apinya,
Kengerian yang amat sangat, mengancam kita senantiasa akan keruntuhan dahsyat
Yang akan terjadi nanti diatas kepala kita; sementara kita sedang
Merancang atau mendorong perang penuh kemuliaan,
Terseret dalam Badai berapi akan terlemparkan
Dan masing masing terpakukan ke batunya, menjadi permainan dan mangsa
Puting beliung yang menggocang, atau selamanya tenggelam
Di bawah Lautan yang mendidih disana, terbelenggu Rantai;
Disana kita akan bersepakat dengan erangan tak henti hentinya,
Tanpa diberi peristirahatan, tanpa dikasihani, tanpa diampuni,
Zaman demi zaman tanpa harapan perhentian; hal ini akan lebih buruk lagi.
Maka dari itu Perang, terbuka maupun tersembunyi, sama saja
Suaraku menasehatkan jangan; sebab apa yang bisa dicapai kekuatan atau tipudaya
Terhadap Dia, atau siapa bisa menipu PikiranNya, yang MataNya
Memandang segala sesuatu sekali lihat? Dia dari ketinggian di Sorga
Segala gerak gerik kita ini sia sia saja, Dia melihat dan menertawakan kita;
Tidak lebih Mahakuasa sehingga bisa menahan keperkasaan kita
Daripada bijak sehingga bisa menggagalkan segala rencana dan tipudaya kita.
Akankah kita hidup demikian hina, bangsa Sorga
Begini diinjak injak, demikian diusir keluar untuk menderita disini
Rantai dan Siksaan Siksaan ini? Lebih baik semua ini daripada yang lebih buruk
Sesuai nasehatku; sebab takdir yang tak terhindarkan
Menundukkan kita, dan Titah Mahakuasa
Adalah kehendak Sang Penakluk. Untuk menderita, seperti untuk berbuat,
Kekuatan kita sama mampunya, dan Hukum juga bukan tidak adil
Yang telah menetapkan demikian: pertama kali sudah ditetapkan,
Jikalau kita bijak, melawan seteru yang demikian hebatnya
Bertanding, dan malah ragu ragu apa hasilnya.
Aku tertawa, ketika mereka yang lantang dengan Tombak
Dan pemberani, saat Tombak mereka gagal, menjadi ciut dan takut
Apalagi yang sudah mereka ketahui masih harus terjadi, untuk menahan
Pengucilan, atau kehinaan, atau penahanan, atau kesakitan,
Yang merupakan keputusan Penakluk mereka: Inilah yang sekarang menjadi
Nasib kita; yang jika bisa kita menopang dan menahannya,
Musuh Tertinggi kita pada masanya nanti mungkin sudah menghabiskan
KemarahanNya, dan mungkin karena jauhnya dari kita
Tidak akan memikirkan kita lagi karena kita tidak mengusikNya, terpuaskan
Dengan apa yang sudah dihukumkan ke kita; pada saat itu api api yang mengamuk ini
Akan mengecil, jikalau NafasNya tidak menghembus nyala nyalanya lagi.
Zat kita yang lebih murni akan mengatasi
Uap yang busuk tersebut, atau sesudah terbiasa tidak akan terasa lagi,
Atau kita akan berubah pada akhirnya, dan akan menyesuaikan diri dengan tempat ini
Baik zat maupun sifat alami kita, akan menerima
Dengan tidak asing lagi panas yang ganas ini, dan tanpa merasa kesakitan;
Kengerian ini akan menjadi ringan, kegelapan ini menjadi terang,
Lagipula harapan apa yang oleh saat saat yang terus berjalan
Pada hari hari depan akan muncul, peluang apa, perubahan apa
Yang boleh diharapkan, sebab keadaan kita sekarang tampaknya
Menyenangkan walau buruk, dan walau buruk bukan yang terburuk,
Jika kita tidak mengundang lebih banyak sengsara ke diri kita.
Demikian Belial dengan kata kata yang tampaknya beralasan
Menasehatkan diam dengan hina, dan berdiam diri dengan tampaknya berdamai,
Bukan benar benar berdamai: dan setelah dia demikian Mammon berbicara.
Apakah untuk menggulingkan Raja Sorga
Kita berperang, jika Perang adalah jalan terbaik, atau untuk mendapat kembali
Hak kita yang hilang: untuk menggulingkan Dia maka kita
Boleh berharap jika Takdir yang abadi akan mengalah
Kepada Peluang yang tidak bisa diharapkan, dan Kekacauan menilai perjuangan kita:
Yang pertama sia sia saja diharapkan dan sama sia sianya membujuk
Yang kedua: sebab tempat apa yang bisa untuk kita
Dalam batasan Sorga, kecuali Tuhan Sorga yang tertinggi
Kita kalahkan? Semisalnya Dia akan melembutkan hatiNya
Dan memberikan Karunia bagi semua, berdasarkan janji
Penaklukan Diri kita yang diperbaharui; dengan mata apa kita bisa
Berdiri di HadiratNya dengan rendah hati, dan menerima
Hukum Hukum Teguh yang diberikan, dan merayakan TahtaNya
Dengan Himne Himne tersendat sendat, dan kepada KeAllahanNya memazmurkan
Halleluya dengan terpaksa; sementara Dia dengan Agung duduk
Raja Berdaulat kita yang kita cemburui, dan MezbahNya bernafaskan
Bau Harum Ambrosia dan Bunga Bunga Ambrosia
Persembahan kita yang menjadi budak. Ini yang akan menjadi tugas kita
Di Sorga, ini yang akan menjadi kesenangan kita; betapa melelahkannya
Sepanjang masa dihabiskan menyembah kepadaNya
Yang kita benci. Mari kita jangan mengejar hal apa
Yang tidak mungkin tercapai dengan kekuatan, atau apa yang diizinkanNya
Yang tidak bisa kita terima, walau di Sorga sekalipun, keadaan kita nantinya
Sebagai pelayan yang megah, namun lebih baik kita mencari
Kebaikan bagi kita dari diri kita sendiri, dan dari kepunyaan kita sendiri
Hidup kepada diri kita sendiri, walau di ruang yang luas ini,
Kita bebas, dan tidak bertanggung jawab pada siapapun, kita lebih menyukai
Kemerdekaan yang keras daripada kuk yang lembut
Dari Kemegahan penuh perbudakan. Keagungan kita akan muncul
Lebih jelas lagi, ketika hal hal besar maupun kecil,
Berguna maupun berbahaya, makmur maupun miskin
Kita bisa menciptakannya, dan di tempat mana sebelumnya
Kita makmur dalam keadaan buruk, dan menghasilkan kesenangan dari kesakitan
Melalui kerja keras dan ketahanan. Dunia jurang dalam
Yang penuh kegelapan ini begitu kita takutikah? Betapa seringnya didalam
Awan awan tebal dan gelap Tuhan Sorga yang memerintah atas semua
memilih berdiam, walau KemuliaanNya tak tersamar,
Dan dengan Keagungan kegelapan di sekeliling
Menutupi TahtaNya; yang darimana guntur guntur meraung
Dan mengamuk, sehingga Sorga bagaikan Neraka?
Sebagaimana Dia meniru kegelapan kita, tidak bisakah kita dengan TerangNya
Meniru jika kita mau? Tanah Padang Pasir ini
Tidak kekurangan harta tersembunyi, Batu Permata maupun Emas;
Tidak kekurangan juga kita keahlian atau Seni, yang darinya kita bisa menghasikan
Keagungan; dan apalagi yang bisa ditunjukkan di Sorga?
Siksaan kita juga pada waktunya nanti bisa
Menjadi Unsur Unsur kita, Api yang menikam ini
Menjadi sama lembut seperti kerasnya sekarang, zat kita berubah
Menjadi zatnya; yang harus terjadi untuk menghilangkan
Perasaan sakit. Segala hal mengundang kita
Kepada Nasehat Nasehat damai, dan membereskan Keadaan
Ketertiban, bagaimana nantinya dengan aman kita bisa
Mengatur keadaan buruk kita sekarang, dengan tetap mengingat
Keadaan kita sekarang dan dulunya, lebih baik kita membuang jauh jauh
Segala pikiran tentang perang: kamu sekalian telah mendengar nasehatku.
Ia baru saja selesai, ketika bisik bisik sedemikian memenuhi
Sidang tersebut, seperti ketika Batu Karang yang kosong menyimpan
Suara angin yang berhembus, yang sepanjang malam
Telah mengaduk aduk Lautan, yang dengan suara suara serak menidurkan
Para penjelajah lautan yang berjaga, yang Perahunya
Atau Jangkarnya berjangkar di Selat yang berbatu batu
Setelah Badai: Sambutan sedemikian terdengar
Setelah Mammon selesai, dan Nasehatnya menyenangkan mereka,
Yang menasehatkan damai: sebab Medan Pertempuran yang lain lagi
Lebih mereka takuti daripada Neraka: sebegitu mengerikannya ketakutan
Akan Petir dan Pedang Mikhael
Masih mengaduk ngaduk diri mereka; namun tidak kurang hasrat mereka
Untuk mendirikan Kemaharajaan di dunia paling bawah, yang mungkin akan bangkit
Oleh siasat, dan perjalanan waktu yang lama,
Yang dalam percontohannya berlawanan dengan Sorga.
Ketika Beelzebub melihat hal tersebut, yang darinya,
Kecuali Setan, tidak ada yang duduk lebih tinggi, dengan khidmat
Tampaknya ia berdiri, dan dengan bangkit berdirinya tampaknya
Bagaikan Tiang Kenegaraan; dalam di Dahinya terukir
Tujuan yang pasti dan tanggung jawab kepada rakyat;
Dan nasehat Kekuasaan masih terpancar di wajahnya,
Penuh Keagungan walau dalam kehancuran: bagai seorang bijak ia berdiri
Dengan bahu Bagaikan Atlas yang kuat untuk menanggung
Berat Kekuasaan Kerajaan yang paling perkasa sekalipun; pandangannya
Menarik pendengar dan perhatian senyap bagaikan Malam
Atau udara Siang di Musim Panas, maka berbicara ia demikian.
Tahta Tahta dan Kuasa Kuasa Kemaharajaan, turunan Sorga
Keunggulan Sorgawi; atau Gelar Gelar ini sekarang
Harus kita lepaskan, dan berganti gelar kita dinamakan
Penguasa Neraka? Sebab demikianlah suara terbanyak
Cenderung, untuk melanjutkan disini, dan membangun disini
Sebuah Kemaharajaan yang bertumbuh; tanpa ragu lagi; saat kita bermimpi,
Dan tidak mengetahui bahwa Raja Sorga telah menetapkan
Tempat ini sebagai penjara bawah tanah kita, bukan tempat pelarian yang aman
Diluar jangkauan TanganNya yang Perkasa, sehingga kita bisa hidup bebas
Dari Kuasa Hukum Sorga yang agung, dalam Persekutuan baru
Berkumpul melawan TahtaNya, malahan untuk tetap
Dalam belenggu paling ketat, walau demikian jauhnya disingkirkan,
Disebabkan oleh penahanan yang tidak bisa dihindarkan, tetap disimpankan
Sebagai sejumlah besar tawananNya: Sebab Dia, yakinlah
Di ketinggian maupun kedalaman, tetap yang pertama dan terakhir akan Memerintah
Sebagai Raja satu satunya, dan bagian KerajaanNya takkan berkurang satupun
Oleh pemberontakan kita, namun atas Neraka memperluas
KemaharajaanNya, dan dengan Gada Besi memerintah
Kita disini, sebagaimana dengan Tongkat Emas memerintah mereka yang di Sorga.
Maka mengapa kita duduk disini memperbincangkan damai dan Perang?
Perang telah menentukan kita, dan menghancurkan kita dengan kekalahan
Yang tidak dapat diperbaiki; mengenai syarat syarat perdamaian belum ada
Yang dijaminkan atau dicari; sebab damai apa yang akan diberikan
Kepada kita yang diperbudak, melainkan hukuman penahanan yang keras,
Dan bilur bilur, dan hukuman sepihak
Yang akan diputuskan atas kita? Dan damai apa yang bisa kita balaskan, [ 335 ]
Melainkan permusuhan dan kebencian sehingga batas kekuatan kita,
Perlawanan yang tidak tertundukkan, dan pembalasan dendam walaupun lambat,
Namun akan selalu bersiasat bagaimana Sang Penakluk bisa paling sedikit
Menikmati buah penaklukanNya, dan paling sedikit bersukacita
Dalam melakukan hal yang paling kita rasakan dalam penderitaan kita?
Tidak juga akan kekurangan kesempatan, tidak perlu juga kita
Dengan perjalanan berbahaya menyerbu
Sorga, yang tembok tembok tingginya tidak takut akan serangan maupun Kepungan,
Atau sergapan dari Jurang Dalam. Bagaimana jika kita bisa menemukan
Suatu usaha yang lebih mudah? Ada sebuah tempat
(Jikalau nubuat mahsyur tersebut yang sudah sejak dulu kala di Sorga
Tidak salah) sebuah Dunia lain, tempat kedudukan bahagia
Sebuah Bangsa baru yang disebut Manusia, sekitar waktu sekarang ini
Diciptakan seperti kita, walau lebih rendah
Dalam kekuatan dan keunggulan, namun lebih disenangi
Dia yang memerintah diatas; demikianlah KehendakNya
Diumumkan diantara Para illah, dan dengan sebuah Sumpah,
Yang menggetarkan seluruh Sorga, demikian diteguhkan.
Mari kita mengarahkan segala pikiran kita kesana, untuk mempelajari
Mahluk apa yang tinggal disana, dengan wujud apa,
Atau zat apa, bagaimana diperlengkapi, dan apa Kekuatan mereka,
Dan dimana kelemahan mereka, bagaimana kita bisa berusaha sebaik baiknya,
Dengan kekuatan maupun tipudaya: Walau Sorga tertutup rapat,
Dan Pengadil Sorga yang agung duduk aman
Dalam kekuatanNya sendiri, tempat ini mungkin terbuka lebar
Yang merupakan batas terluar KerajaanNya, ditinggalkan
Untuk dipertahankan mereka yang meninggalinya: disini mungkin
Tindakan yang menguntungkan bisa dicapai
Dengan gerakan tiba tiba, apakah dengan api Neraka
Kita akan menghanguskan seluruh CiptaanNya, atau memiliki
Seluruhnya sebagai milik kita, dan menyingkirkan mereka seperti kita disingkirkan,
Para penghuninya yang lemah, atau jika tidak kita singkirkan,
Membujuk mereka ke Pihak kita, maka Allah mereka
Akan menjadi seteru mereka, dan dengan tangan yang menyesal
Memusnahkan pekerjaan tanganNya sendiri. Ini akan melebihi
Balas dendam yang biasa biasa saja, dan mengganggu sukacitaNya
Yang disebabkan oleh Kehancuran kita, dan Sukacita kita bangkit
Oleh terganggunya Dia; ketika Anak AnakNya yang tersayang
Dilemparkan kepala terlebih dahulu seperti kita, akan mengutuk
Nenek Moyang mereka yang lemah, dan kebahagiaan yang memudar,
Akan memudar secepat cepatnya. Nasehatkanlah bila ini pantas
Diusahakan, daripada kita duduk dalam kegelapan ini
Merancang Kemaharajaan yang sia sia. Demikian Beelzebub
Mengajukan Nasehatnya yang keji, yang pertama kali diajukan
Oleh Setan, dan yang sebagian diajukannya: sebab darimana lagi,
Namun dari Bapa segala kejahatan bisa Muncul
Niat jahat yang demikian dalamnya, untuk menyesatkan umat
Manusia melalui satu orang, dan Bumi dengan Neraka
Hendak dicampurkannya dan diikatkannya, semua ini dilakukan untuk menghujat
Sang Pencipta yang agung? Namun hujatan mereka sekalipun tetap juga
Menambah kemuliaanNya. Rancangan yang lantang ini
Sangat menyenangkan seluruh Penguasa Neraka, dan sukacita
Berbinar binar di mata mereka; dengan persetujuan penuh
Mereka bersuara: lalu demikian dilanjutkannya ucapannya.
Kalian telah menilai dengan baik, perbincangan panjang ini selesai baik,
Sinode Para illah, dan sebagaimana siapa kalian semua,
Hal hal besar telah ditetapkan; yang dari kedalaman terdalam
Akan sekali lagi mengangkat kita, melawan Takdir sekalipun,
Mendekati Tempat Kedudukan kita sejak dulu kala; mungkin dalam pandangan mata
Daerah daerah terang itu, dimana dengan Pasukan Pasukan berdekatan
Dan pertempuran pertempuran yang muncul dari peluang kita bisa mencoba
Memasuki kembali Sorga; atau di suatu Daerah tengah
Kita tinggal tanpa diabaikan oleh Terang Sorga yang benderang
Dengan aman, dan dengan sinar Timur yang terang benderang
Membersihkan kegelapan ini; dengan Udara yang lembut dan nikmat,
Menyembuhkan bekas luka oleh Api Api yang melarutkan ini
Kita akan menghirup penyembuhan. Namun pertama tama siapa yang akan kita kirim
Untuk mencari dunia baru ini, siapa yang bisa kita dapatkan
Yang mencukupi tugas tersebut? Siapa akan berusaha dengan langkah mencari cari
Di Jurang Dalam tak terbatas tanpa dasar dan gelap
Dan melalui kegelapan yang tampak mencari
Jalannya yang tak dikenalnya, atau menyebarkan jalan terbangnya di udara
Terangkat dengan sayap sayap tak terlelahkan
Diatas jurang yang luas tersebut, sebelum ia sampai
Ke Pulau bahagia itu; kekuatan apa, keahlian apa nantinya
Yang bisa mencukupi, atau jalan menghindar bagaimana akan membawa ia selamat
Melalui Penjagaan ketat dan Penempatan berlapis lapis
Para Malaikat yang berjaga di sekelilingnya? Disini ia memerlukan
Seluruh kehati hatian, dan kita sekarang tidak kurang hati hatinya
Memilih demi kepentingan kita; sebab atas ia yang kita kirim,
Berat seluruh harapan terakhir kita bergantung.
Demikian diucapkannya, ia duduk; dan pengharapannya membuat
Ia terlihat ragu ragu, menanti siapa yang muncul
Untuk mendukung, atau melawan, atau menanggung
Usaha yang berbahaya tersebut; namun semua duduk diam,
Memikirkan bahaya tersebut dengan pikiran pikiran dalam; dan masing masing
Di wajah yang lainnya membaca kekecewaan dirinya sendiri
Dan terperangah: tidak satupun dari mereka yang terpilih dan terutama
Dari Juara Juara yang berperang di Sorga bisa ditemukan
Demikian tangguhnya sehingga menawarkan diri atau menerima
Sendirian perjalanan penuh kengerian itu; sehingga akhirnya
Setan, yang sekarang kemuliaan penuhnya telah menaikkannya
Diatas kawan kawannya, dengan kebanggaan Kerajaan
Sadar akan harga diri tertingginya, tanpa tergerak demikian berucap.
Oh Turunan Sorgawi, Tahta Tahta Sorgawi Tertinggi,
Dengan akal sehat kesunyian dalam dan keengganan telah
Menawan kita, walau tidak kecewa: panjang jalan yang akan dilalui
Dan sulit, yang dari dalam Neraka menuju ke terang;
Penjara kita memang kuat, cekungan Api yang besar ini,
Yang tidak mungkin dijangkau, memenuhi sekeliling kita
Sembilan kali lipat, dan gerbang gerbang Sekeras Berlian yang menyala nyala
Yang dipalangi di atas kita menahan segala jalan keluar.
Melewati semua ini, jika ada yang bisa, kekosongan dalam
Malam yang tak berwujud menerima ia selanjutnya
Lebar menganga, dan dengan kemusnahan wujud sepenuhnya
Mengancamnya, ditenggelamkan dalam teluk yang melenyapkan tersebut.
Jika sesudah itu ia lolos sampai ke dunia apapun juga,
Atau Daerah tak dikenal, masih tersisa baginya
Bahaya bahaya yang tak diketahui dan jalan keluar yang sama sulitnya.
Namun aku tidak pantas menduduki Tahta ini, Oh Rekan Rekan,
Dan Kedaulatan Kemaharajaan ini, yang dihiasi
Dengan kemegahan, dipersenjatai dengan kekuatan, jika hal apa yang diusulkan
Dan dinilai penting bagi kepentingan bersama, dalam bentuk
Kesulitan atau bahaya bisa menahan
Aku dari mencobanya. Maka dari itu mengapa aku menerima
Kekuasaan Kerajaan ini, dan tidak menolak untuk Memerintah,
Namun juga menolak untuk menerima bagian yang sama besarnya
Dari marabahaya seperti dari kehormatan, yang sama harusnya
Bagi ia yang Memerintah, dan lebih lebih lagi baginya
Bagian marabahaya, sebab ia diatas semuanya
Dihormati sedemikian tingginya? Pergilah Para Kuasa yang perkasa,
Kengerian Sorga, walau terjatuh; anggaplah seperti di rumah,
Sementara tempat ini menjadi rumah kita, hal terbaik apa yang bisa meringankan
Kesengsaraan yang kita derita saat ini, dan membuat Neraka
Lebih bisa ditahankan; jika ada penyembuhan atau mukjizat
Untuk meringankan atau menipu, atau melonggarkan kesakitan
Rumah yang penuh keburukan ini: tidak usah diselingi berjaga jaga
Terhadap Seteru yang waspada, sementara aku di luar
Melalui seluruh Batas Batas kehancuran yang gelap mencari
Keselamatan bagi kita semua: usaha ini
Jangan ada seorangpun yang berbagi denganku. Demikian sambil berkata ia bangkit
Sang Raja, dan mencegah jawaban apapun juga,
Dengan penuh pertimbangan, agar jangan dari ketetapannya memberanikan
Yang lain dari para penghulu yang mungkin menawarkan
(Yang pastinya ditolak) apa yang sebelumnya mereka takutkan;
Dan dengan demikian ditolaknya mungkin dalam pendapat berdiri
Sebagai Saingannya, dan memenangkan dengan gampang kemahsyuran agung
Yang harus didapatkan olehnya melalui marabahaya besar. Namun mereka
Tidak lebih takut akan pertualangan tersebut daripada akan suaranya
Yang melarang; dan sekaligus bersamanya mereka bangkit;
Berdirinya mereka semua sekaligus bagaikan suara
Petir yang terdengar dari jauh. Kearahnya mereka membungkuk
Dengan penghormatan penuh kekaguman; dan sebagai allah
Meninggikan ia setara dengan Yang Mahatinggi di Sorga:
Tidak gagal juga mereka menunjukkan betapa mereka memujinya,
Yang demi keselamatan bersama ia memandang rendah
Keselamatannya sendiri: sebab tidak juga Roh Roh terhukum
Kehilangan seluruh keunggulan mereka; agar orang orang jahat jangan sombong
Akan perbuatan perbuatan mereka yang baikdi bumi, yang dipancing oleh kemuliaan,
Atau hasrat tertutup yang tampak dari luar bagaikan semangat.
Demikianlah sidang rahasia dan penuh keraguan mereka
Diakhiri dengan sukacita oleh karena Penghulu mereka yang tak tertandingi:
Seperti ketika dari puncak gunung tampak awan awan gelap
Naik, ketika angin angin Utara tidur, Tersebar
Di wajah Sorga yang cemerlang, dan Langit yang semakin gelap
Tampak mendung diatas dataran Salju yang menjadi gelap, atau hujan;
Jikalau Matahari yang gemilang dengan selamat tinggal yang manis
Menyebarkan sinar sorenya, maka dataran dataran pun menjadi cerah kembali,
Burung burung memperbaharui lagu lagunya, dan segala kawanan yang mengembik
Saling berbagi sukacita, sehingga bukit dan lembah pun bergema.
Oh betapa memalukan bagi manusia! Iblis dengan Iblis sama sama terkutuk
Memegang persepakatan teguh, hanya manusia saja yang tidak bersatu
Sebagai Mahluk yang berakal sehat, walau dibawah harapan
Karunia sorgawi; dan Allah yang mengumumkan damai,
Namun hidup dalam kebencian, permusuhan, dan pertentangan
Diantara sesama sendiri, dan melancarkan perang yang kejam,
Merusak Bumi, menghancurkan satu sama lain:
Seakan akan (yang mungkin bisa membuat kita sepakat)
Umat Manusia tidak memiliki seteru seteru dari neraka,
Pada siang dan malam itu juga kehancurannya sedang menunggunya.
Sidang Stygia tersebut pun membubarkan diri; dan maju
Dalam urutan masing masing datang Para Rekan neraka yang agung:
Dan di tengah tengah mereka Andalan mereka yang perkasa, dan tampak seolah olah
Musuh Sorga yang Tunggal, tidak lebih rendah juga
Dari Maharaja Neraka yang penuh kengerian dengan kemegahan Tertinggi,
Dan Kedudukan yang meniru Allah; di sekelilingnya
Ditutupi oleh lingkaran luas Serafim berapi api
Dengan panji panji benderang, dan Persenjataan yang amat banyak.
Maka setelah Sidang mereka selesai mereka menyerukan
Dengan Sangkakala Sangkakala kerajaan mengumumkan hasil agung:
Ke empat penjuru angin empat Kerubim yang tangkas
Menaruh ke mulut mereka Sangkakala bagaikan Emas yang berbunyi
Dan dijelaskan oleh suara Para Utusan: Jurang Dalam yang hampa
Mendengarnya jauh dan luas, dan balatentara Neraka
Dengan teriakan memekakkan, membalasnya dengan seruan kuat.
Setelah itu pikiran mereka lebih tenang dan lebih bersemangat
Oleh harapan sombong yang palsu, kuasa kuasa yang berbaris itu
Membubarkan diri, dan pergi kesana kemari, masing masing arahnya sendiri
Dijalani, sebagaimana kesukaan hati atau pilihan menyedihkan
Menuntunnya dalam kebingungan, dimana ia paling bisa menemukan
Perhentian pada pikiran pikirannya yang tidak tenang, dan menjalani
Masa masa mengesalkan, hingga kembalinya Penghulu agung mereka.
Sebagian di Dataran, atau di Udara dengan ringan
Melayang dengan sayap, atau menyenangkan diri dengan Peraduan kecepatan,
Seperti di Permainan Olahraga di Olympia atau di tempat di Pythia;
Sebagian mengendarai Kuda Kuda berapi mereka, atau menghindari Penanda Akhir
Dengan roda roda tangkas, atau susunan Pasukan depan.
Seperti kala untuk memberi peringatan pada Kota Kota angkuh perang muncul
Yang dikobarkan di Langit penuh pertentangan, dan Pasukan Pasukan bergegas
Berperang di Awan Awan, di depan tiap Rombongan
Para Ksatria di Udara maju menyambar, dan mengacungkan Tombak mereka
Hingga Legion Legion paling tebal beradu; dengan keahlian Bersenjata
Dari tiap ujung Sorga hingga seluruh langit terbakar.
Yang lainnya dengan amuk tanpa habis bagaikan Taifun yang lebih mengerikan
Merobek Bebatuan dan Bukit Bukit, dan naik diatas Udara
Dalam puting beliung; Neraka hampir tidak dapat menahan kegaduhan liar itu.
Seperti ketika Alcides dari Oechalia Dimahkotai
Karena penaklukannnya, merasakan jubah yang dicelup racun, dan mengoyakkan
Karena kesakitan akar akar Pepohonan Pinus Thessalia,
Dan juga Lichas dari puncak Oeta dilemparkannya
Kedalam Laut Euboa. Yang lainnya lebih lembut,
Mengundurkan diri ke sebuah lembah sunyi, menyanyikan
Dengan nada nada Malaikat diiringi dengan Harpa
Perbuatan perbuatan kepahlawanan mereka dan kejatuhan menyedihkan
Karena hasil Pertempuran; dan mengeluh bahwa Takdir
Yang adalah Keunggulan Merdeka harus tunduk pada Kekuatan atau Peluang.
Nyanyian mereka sepihak, namun keselarasan
(Bagaimana bisa lebih kurang dari itu jika Roh Roh abadi yang bernyanyi?)
Mendiamkan Neraka, dan menawan dengan pesona
Para pendengar yang bergerombol. Dalam percakapan lebih
(Seperti Kefasihan bagi Jiwa, Nyanyian menyenangkan Indera,)
Yang lainnya terpisah duduk di sebuah Bukit untuk mengundurkan diri,
Dalam pemikiran yang lebih tinggi, dan bernalar dengan cermat
Mengenai Penyediaan, Pengetahuan Kedepan, Kehendak dan Takdir,
Takdir yang ditetapkan, kehendak bebas, pengetahuan kedepan yang mutlak,
Dan tidak menemukan ujung, tersesat dalam lorong lorong kesana kemari.
Tentang baik dan jahat mereka banyak berbantah,
Tentang kebahagiaan dan kesengsaraan akhir,
Gairah dan Ketidakpedulian, dan kemuliaan dan kehinaan,
Semuanya kata kata kosong dan sia sia, dan Kebijakan palsu:
Namun dengan sihir menawan bisa mempesonakan
Rasa sakit untuk sementara ataupun kecemasan, dan membangkitkan
Harapan palsu, atau mempersenjatai hati yang dikeraskan
Dengan kesabaran tanpa menyerah seperti dengan baja berlapis tiga.
Bagian lainnya dalam Squadron dan Kumpulan Kumpulan banyak,
Dalam pertualangan penuh tantangan untuk menjelajahi seluruh
Dunia yang buruk itu, jika mungkin ada Cuaca
Yang lebih bisa mereka tinggali, mengarahkan
Ke empat penjuru Barisan terbang mereka, di sepanjang Batas Batas
Keempat Sungai Neraka yang mengalirkan keluar
Ke Lautan Api aliran aliran jahat mereka;
Styx yang dibenci yang merupakan banjir kebencian mematikan,
Acheron penuh kesedihan dan duka, hitam dan dalam;
Cocytus, dinamakan karena ratapan kerasnya
Yang terdengar oleh aliran menyedihkannya; Phlegeton yang ganas
Yang gelombang gelombang apinya mengalir menyala nyala dengan amuk.
Jauh dari ketiganya ini sebuah aliran sungai yang perlahan dan sunyi,
Lethe Sungai Kelupaan mengalirkan
Labirin berairnya, yang jikalau ada yang meminum darinya,
Segera keadaan diri sebelumnya dan sekarang dilupakannya,
Ia lupakan baik sukacita maupun dukacita, kesenangan maupun kesakitan.
Dibalik sungai ini sebuah Benua yang membeku
Terbentang gelap dan liar, diaduk aduk oleh badai terus menerus
Puting Beliung dan Hujan Api dan Es mengerikan, yang di tanah kerasnya
Tidak menjadi beku, namun menumpuk, dan tampak bagai robohan
Reruntuhan kuno; sisanya adalah salju dan es sedalam dalamnya,
Sebuah teluk dalam bagaikan Rawa Serbonia itu
Diantara Damiata dan Gunung Casius yang tua,
Dimana banyak Pasukan pernah tenggelam: Udara keringnya
Membakar beku, dan dingin membakar bagaikan Api.
Disana oleh Furi Furi berkaki Harpi dihalaukan,
Pada putaran tertentu seluruh mereka yang terkutuk
Dibawa: dan bergiliran merasakan perubahan pahit
Panas yang amat sangat ke Dingin yang ganas, lebih ganas lagi karena perubahannya,
Dari Lapisan Api ganas berpindah ke Es sehingga mematikan
Kehangatan Sorgawi mereka yang lembut, dan disana kesakitan
Tanpa bisa bergerak, terpaku dan beku seluruhnya,
Untuk beberapa saat, lalu cepat cepat dilemparkan lagi ke api.
Mereka menyeberangi Kesunyian Lethe tersebut
Kesana dan kemari, duka mereka bertambah tambah,
Dan keinginan dan perjuangan, setiap kali mereka melewati, untuk mencapai
Aliran yang menggoda itu, dengan setetes kecil saja untuk melupakan
Dalam kelupaan menyenangkan seluruh kesakitan dan sengsara,
Semuanya hilang dalam sesaat saja, dan begitu dekat ke tepinya;
Namun takdir menghadang, dan untuk melawan usaha mereka
Medusa dengan kengerian Gorgon menjaga
Tepi Sungai, dan air itu sendirinya menghindari
Kecapan mahluk hidup, sebagaimana ia pernah menghindari
Bibir Tantalus. Demikian mereka terus berkelana
Dalam barisan kebingungan dan suram, Kumpulan Kumpulan petualang itu
Pucat oleh kengerian yang menggetarkan, dan dengan mata mata terkaget kaget
Memandang bagian yang penuh ratap bagi mereka, dan menemukan
Tiada perhentian bagi mereka: melalui banyak Lembah gelap dan muram
Mereka lewati, dan banyak Daerah penuh sengsara,
Melalui banyak Puncak membeku, banyak Puncak berapi api,
Bebatuan, Gua, Danau, Hutan, Rawa Rawa, Sarang, dan bayang bayang kematian,
Sebuah Alam kematian, yang terkutuk oleh Allah
DiciptakanNya jahat, yang hanya baik untuk kejahatan,
Dimana semua kehidupan mati, kematian hidup, dan Alam membuahkan,
Dengan menyimpang, semua benda mengerikan, semua hal hal mencekam,
Hal hal keji, tak terucapkan, dan lebih buruk
Dari yang diceritakan Dongeng yang belum ada, atau yang dibayangkan ketakutan,
Kengerian Gorgon dan Hydra, dan Chimera.
Sementara itu Musuh Allah dan Manusia,
Setan dengan pikiran yang menyala nyala dengan rancangan rancangan agung,
Terbang secepat cepatnya, dan menuju Gerbang Gerbang Neraka
Menjalani jalannya sendirian; terkadang
Ia menjelajahi sisi kanan, kadang kadang sisi kiri,
Ia mengarungi dengan sayap sayap teguh seluruh Jurang Dalam, lalu terbang naik
Menaiki Cembungan berapi tinggi di atas.
Seperti ketika jauh di Lautan sebuah Pasukan laut terlihat
Dihembuskan oleh Awan, oleh Angin Equinox
Yang berlayar rapat dari Bengala, atau dari Kepulauan
Ternate dan Tidore, darimana Para Saudagar membawa
Obat Obatan rempah mereka: mereka melalui Jalur Perdagangan Laut
Melalui laut Ethiopia yang luas menuju ke Tanjung
Mengayuh bergerak setiap malam menuju ke Kutub. Demikian tampaknya
Dari jauh sang Penjahat yang sedang terbang: akhirnya tampak
Tertancap ke dasar Neraka tinggi mencapai ke Atap mengerikan,
Dan tiga kali tiga Gerbang Gerbang tersebut; tiga lapis Tembaga,
Tiga lapis Besi, tiga lapis Batu Sekeras Berlian,
Tak mungkin ditembus, diselimuti api di sekelilingnya,
Namun tidak terbakar sama sekali. Dihadapan Gerbang Gerbang itu duduk
Di kedua sisi wujud wujud berbahaya;
Yang satu tampak bagai Wanita sampai ke pinggang, dan indah,
Namun berujung mengerikan dalam lipatan bersisik
Berkilat dan besar, bagai Ular dipersenjatai
Dengan sengatan mematikan: di sekeliling bagian tengahnya
Lengkingan Anjing Anjing Neraka tak pernah berhenti menggonggong
Dengan moncong moncong bagai Cerberus keras, dan memekikkan
Lengkingan mengerikan: namun, ketika mereka mundur, mereka merayap,
Jika ada yang mengganggu ribut mereka, ke dalam rahimnya,
Dan berkandang disana, namun disana masih tetap menggonggong dan melolong
Di dalam tanpa terlihat. Jauh lebih tidak mengerikan dari mahluk mahluk ini
Scylla mengamuk terendam di Laut yang memisahkan
Calabria dari pantai Trinacrian yang keras:
Tidak lebih jelek juga Sang Penyihir Malam, ketika dipanggil
Secara rahasia, ia datang mengendarai udara
Terpancing oleh bau darah bayi, untuk menari
Dengan Penyihir Penyihir Lapland, sementara Bulan yang meredup
Lenyap oleh sihir mereka. Wujud lainnya,
Jika bisa disebut berwujud yang bagaikan tak berbentuk sama sekali
Tidak bisa dibedakan dimana anggota tubuh, sendi, atau kaki dan tangan,
Atau zatnya mungkin bisa disebut sebagai bayangan,
Sebab bukan seperti yang satu atau lainnya; ia berdiri hitam bagai Malam,
Ganas bagai sepuluh Furi, mengerikan bagai Neraka,
Dan menggenggam sebilah Anak Panah mengerikan; apa yang tampak sebagai kepala
Sesuatu yang mirip sebuah Mahkota Kerajaan ada di atasnya.
Setan sekarang mendekat, dan dari tempat duduknya
Sang Monster pun bergerak maju sama cepatnya
Dengan langkah langkah mengerikan, Neraka bergoncang saat ia melangkah.
Sang Penjahat tanpa takut bertanya tanya hal apa gerangan yang mengherankannya,
Ia merasa heran, bukan takut; kecuali pada Allah dan AnakNya,
Benda yang diciptakan tidak dihargainya atau dijauhinya
Dan dengan pandangan merendahkan memulai terlebih dahulu.
Darimana dan apakah engkau ini, wujud menjijikkan,
Yang berani, walau menakutkan dan mengerikan, memajukan
Wajahmu yang salah diciptakan ke arahku
Menuju Gerbang Gerbang disana? Aku bermaksud melewati mereka,
Akan hal itu engkau boleh yakin, aku tidak perlu meminta izinmu:
Mundur, atau kecap hasil kebodohanmu, dan belajar dari hasilnya,
Mahluk Neraka, untuk tidak beradu dengan Roh Roh Sorga.
Kepadanya sang Dedemit penuh murka menjawab,
Engkaukah Malaikat Pengkhianat itu, engkaukah ia,
Yang pertama kali melanggar damai di Sorga dan Iman, yang hingga saat itu
Tak pernah dilanggar, dan dengan Pasukan Pasukan memberontak yang angkuh
Menarik ke sisinya sepertiga Anak Anak Allah
Yang dibujuknya melawan Yang Mahatinggi, yang karenanya engkau
Dan mereka dikucilkan dari Allah, disini terkutuk
Menghabiskan hari hari Tanpa Akhir dalam celaka dan kesakitan?
Dan engkau menghitung dirimu dalam bilangan Roh Roh Sorga,
Yang ditetapkan di Neraka, dan menghembuskan perlawanan dan cemooh disini
Dimana aku memerintah sebagai Raja, dan untuk lebih membuat engkau marah lagi,
Akulah Raja dan Tuanmu? Kembali ke penghukumanmu,
Buronan palsu, dan percepat dengan sayap sayapmu,
Agar jangan dengan cambuk Kalajengking aku mengejar
Engkau gemetar, atau dengan satu hajaran Anak Panah ini
Kengerian asing membelenggu engkau, dan degupan yang tak pernah kau rasakan.
Demikian berbicara kengerian menakutkan itu, dan dalam wujud,
Sambil berbicara dan mengancam, menjadi sepuluh kali lipat
Lebih mengerikan dan buruk: di sisi lain
Menyala nyala dengan kemarahan Setan berdiri
Tanpa takut, dan bagai sebuah Bintang Berekor terbakar,
Yang membakar sepanjang Ophiucus yang besar
Di Langit Kutub Utara, dan dari rambut mengerikannya
Digoncang Sampar dan Perang. Masing masing ke kepala lawannya
Diarahkan sasaran mematikannya; tangan tangan mematikan mereka
Tidak mengharapkan hajaran kedua kali, dan dengan kerutan wajah sedemikian
Mereka saling melihat, seperti ketika dua Awan hitam
Yang dipenuhi Peluru Sorgawi, datang bergemuruh
Di atas Laut Kaspia, saat itu berdiri saling berhadapan
Melayang layang di udara, hingga sebagai tanda Angin berhembus
Untuk bergabung dengan Tabrakan gelap mereka di tengah udara:
Demikian mengerutkan wajah kedua Petempur perkasa tersebut, sehingga Neraka
Menjadi lebih gelap karena kerutan wajah mereka, begitu saling mengimbangi;
Sebab tidak akan pernah namun hanya sekali lagi masing masing
Akan bertemu Seteru yang demikian hebat: dan sekarang perbuatan perbuatan besar
Akan sudah dilakukan, seluruh Neraka berguncang,
Jikalau tidak Sang Ular Penyihir yang duduk
Dekat Gerbang Neraka, yang menyimpan Kunci takdir,
Bangkit, dan dengan seruan mengerikan bergegas diantara mereka.
Oh Bapa, hendak apa tanganmu, jeritnya,
Melawan Anakmu yang tunggal? Amuk apa, oh Anakku,
Yang merasukmu sehingga engkau mengarahkan Anak Panah mematikan itu
Ke arah kepala Bapamu? Dan ketahuilah karena siapa;
Karena Dia yang duduk diatas dan tertawa sementara
Kepadamu ditetapkan dendamNya, untuk melaksanakan
MurkaNya, yang disebutNya Keadilan, dengarkan aku,
MurkaNya suatu hari akan menghancurkan kalian berdua.
Ia berbicara, dan oleh kata katanya Sampar neraka itu
Menahan diri, lalu Setan membalas kata kata ini kepadanya:
Sungguh aneh jeritanmu, dan kata katamu begitu aneh
Yang engkau ucapkan, sehingga tanganku tiba tiba
Dicegah tertahan dari menunjukkan padamu perbuatan apa
Yang hendak dilakukannya; ini pertama kalinya aku mengenalmu,
Benda apakah engkau ini, yang berbentuk ganda, dan mengapa
Di Lembah neraka ini pertama kali bertemu engkau memanggil
Aku Bapa, dan Bayangan itu engkau sebut sebagai Anakku?
Aku tidak mengenalmu, tidak juga pernah kulihat sampai sekarang
Pemandangan yang lebih menjijikkan daripada ia dan engkau.
Kepadanya sang Penjaga Gerbang Neraka menjawab;
Apakah engkau sudah melupakanku, dan apakah aku tampak
Sekarang di matamu begitu jijik, yang dulu tampak begitu indah
Di Sorga, ketika di Sidang, dan di depan mata
Seluruh Serafim yang besertamu
Dalam persekongkolan lantang melawan Raja Sorga,
Tiba tiba sebuah kesakitan menyengsarakan
Mengejutkanmu, memudarkan matamu, dan dengan pusing tenggelam
Dalam kegelapan, sementara kepalamu berapi api tebal dan deras
Tercurah, hingga dari sisi kiri terbuka lebar,
Seperti engkau dalam bentuk dan wajah cemerlang,
Waktu itu aku memancarkan keindahan Sorgawi, bagai Dewi yang dipersenjatai
Dari dalam kepalamu aku muncul keluar; keheranan menawan
Seluruh Balatentara Sorga sehingga mereka menyusut mundur dan takut
Pada mulanya, dan menamakanku Dosa, dan sebagai sebuah Tanda
Yang membawa bencana aku dianggap; namun setelah mengenal,
Aku menyenangkan, dan dengan keanggunan menarik memenangkan
Bahkan yang paling memusuhi sekalipun, engkau terutama, yang seringkali
Dirimu dalam diriku terlihat sebagai gambar dan rupamu yang sempurna
Engkau mencintaku, dan sukacita yang amat sangat engkau lakukan
Denganku secara rahasia, sehingga rahimku mengandung
Beban yang makin bertumbuh. Sementara itu Perang bangkit,
Dan medan medan pertempuran diperebutkan di Sorga; sehingga jatuh
(sebab bisa bagaimana lagi) ke Seteru Mahakuasa kita
Kemenangan sejelas jelasnya, bagi kita kekalahan dan kehancuran
Melalui seluruh Sorga Tertinggi: kebawah mereka jatuh
Dilemparkan kepala lebih dahulu dari Ketinggian Sorga, ke bawah
Ke dalam Jurang Dalam ini, dan dalam kejatuhan bersama
Aku juga jatuh; pada saat itu Kunci penuh kuasa ini
Kedalam tanganku diberikan, dengan perintah untuk menjaga
Agar Gerbang ini selamanya tertutup, yang tidak seorangpun bisa melewatinya
Tanpa aku membukanya. Dengan diam menunggu aku duduk disini
Sendirian, namun aku tidak lama duduk, hingga rahimku
Yang mengandung olehmu, dan saat itu membesar amat sangat
Merasakan gerakan menakutkan dan detak detak menyengsarakan.
Akhirnya keturunanmu yang kejam yang engkau lihat ini
Yang engkau peranakkan, memaksakan jalan keluar dengan kekerasan
Merobek melalui perutku, sehingga dengan ketakutan dan kesakitan
Berubah bentuk, seluruh wujud bawahku menjadi
Diubah: namun ia musuhku yang kukandung
Muncul keluar, menggenggam Anak Panah mematikannya
Yang dibuat untuk menghancurkan: aku melarikan diri, dan meneriakkan Maut;
Neraka berguncang karena Nama mengerikan itu, dan berkesah
Dari seluruh Gua Guanya, dan menjawab kembali Maut.
Aku melarikan diri, namun ia mengejar (walaupun lebih, tampaknya,
Terbakar oleh nafsu daripada amuk) dan jauh lebih cepat,
Aku ibunya yang enggan ditangkapnya untuk ditidurinya,
Dan dengan pelukan memaksa dan keji
Dibuahinya didalam diriku, dari pemerkosaan itu diperanakkan
Monster monster yang berteriak ini yang dengan jeritan jeritan tanpa henti
Mengelilingiku, seperti yang engkau lihat, yang tiap saat kukandung
Dan tiap saat kulahirkan, dengan duka tanpa akhir
Bagiku, sebab ketika mereka masuk ke dalam rahim
Yang telah melahirkan mereka dimasuki oleh mereka, dan melobangi dan mengunyah
Perutku, perbuatan mereka di saat senggang; lalu melompat keluar
Dengan segar dan dengan kengerian kengerian yang nyata mengusik aku di sekeliling,
Sehingga perhentian atau istirahat tidak bisa kudapatkan.
Di depan mataku dalam perlawanan duduk
Maut yang menakutkan Anak dan seteruku, yang meletakkan mereka,
Dan aku orangtuanya akan segera ditelannya
Karena kekurangan mangsa lain, namun karena ia tahu
Nasibnya denganku saling terkait; dan tahu bahwa aku
Akan merupakan Makanan yang pahit baginya, dan beban ketakutannya,
Kapanpun itu akan terjadi; demikian Takdir telah menyatakannya.
Namun engkau Oh Bapa, aku memperingatkanmu, jauhi
Panah mematikannya; jangan juga berharap sia sia
Engkau akan tak terkalahkan karena Senjata Senjata benderangmu,
Walau ditempa dengan Api Sorgawi, sebab hajaran mematikan itu,
Selain Dia yang memerintah diatas, tidak ada yang bisa menahannya.
Ia menyelesaikan ceritanya, dan sang Penjahat licik akan ceritanya sendiri
Segera diketahuinya, sekarang dengan lebih lembut, dan dijawabnya dengan lancar.
Putri tersayang, sebab engkau memanggilku Bapa,
Dan telah menunjukkan padaku Anakku yang indah, karena ikatan tersayang
Penyatuan denganmu di Sorga, dan sukacita
Saat itu manis, saat ini sedih untuk diucapkan, oleh perubahan mengerikan
Yang menimpa kita tanpa bisa diketahui sebelumnya, tak terpikirkan, ketahuilah
Aku datang bukan sebagai musuh, namun untuk membebaskan
Keluar dari rumah kesakitan yang gelap dan buruk ini,
Baik ia maupun engkau, dan seluruh Balatentara sorgawi
Para Roh yang dalam tuntutan keadilan kami dipersenjatai
Jatuh bersama dengan kita dari ketinggian: dari mereka aku pergi
Menjalani tugas tak dikenal ini sendirian, dan satu untuk semua
Diriku kusodorkan, dengan langkah langkah sendirian untuk menjalani
Jurang dalam tanpa dasar, dan melalui kekosongan yang amat luas
Untuk mencari dalam pencarian kelana tempat yang diberitakan sebelumnya
Dimana adanya, dan, oleh tanda tanda yang terus tampak, sebelumnya
Diciptakan luas dan melingkar, sebuah tempat kebahagiaan
Di dalam Batas Batas Sorga, dan disana ditempatkan
Sebangsa Mahluk baru, untuk mengisi
Mungkin tempat kosong kami, walau lebih jauh sekalipun,
Agar jangan Sorga yang dipenuhi sejumlah besar yang amat sangat
Mungkin mengalami kegaduhan baru lagi: Apakah hal ini atau apapun juga
Yang lebih rahasia daripada ini yang dirancangkan, aku bergegas
Untuk mengetahui, dan setelah kuketahui, akan segera kembali,
Dan membawa kalian ke tempat dimana engkau dan Maut
Akan berdiam dengan tenang, dan naik turun tanpa terlihat
Melayangi dengan senyap Udara yang ringan, yang diharumkan
Dengan bau bau wangi; disana kalian akan diberi makan dan dipuaskan
Tanpa batas, segala sesuatu akan menjadi mangsa kalian.
Ia selesai, sebab mereka berdua tampaknya amat senang, dan Maut
Menyeringai dengan mengerikan sebuah senyum menakutkan, sebab didengarnya
Bahwa kelaparannya akan segera dipuaskan, dan memberkati rahangnya
Yang ditakdirkan untuk saat baik itu: tidak kurang bersukacitanya
Ibunya yang jahat, dan demikian katanya kepada Bapanya.
Kunci Lobang neraka ini atas hak,
Dan oleh perintah Raja Sorga yang Mahakuasa
Aku menyimpannya, olehnya aku dilarang membuka
Gerbang Gerbang Sekeras Berlian itu; melawan segala kekuatan
Maut berdiri siap untuk menghadang dengan anak panahnya,
Tanpa takut bisa tertandingi oleh keperkasaan mahluk hidup.
Namun aku berhutang apa pada perintah Dia yang diatas
Yang membenciku, dan telah melemparkan aku ke bawah sini
Ke dalam kesuraman Tartarus yang dalam,
Untuk duduk dalam Pelayanan yang kubenci disini tertahan,
Penghuni Sorga, dan yang lahir di sorga,
Disini dalam sengsara dan kesakitan terus menerus,
Dengan kengerian dan kegaduhan di sekeliling
Yang adalah turunan turunanku sendiri, yang memakan perutku sendiri:
Engkau Bapaku, engkau Penciptaku, engkau
Telah memberiku keberadaanku; siapa yang seharusnya kupatuhi
Kecuali engkau, siapa yang harus kuikuti? Engkau akan segera membawaku
Ke dunia baru penuh terang dan kebahagiaan itu, diantara
Para illah yang hidup tenang, dimana aku akan Memerintah
Di sebelah kananmu dengan anggun, sebagaimana baiknya bagi
Putrimu dan kesayanganmu, tanpa akhir.
Sambil demikian berkata, dari sisinya Kunci takdir itu,
Alat sengsara segala celaka kita, diambil olehnya;
Dan menuju Gerbang ia bergerak merayap bagai hewan,
Segera Gerbang Luar yang besar itu ditariknya keatas,
Yang jikalau bukan olehnya tidak seluruh kuasa kuasa Stygia
Bisa memindahkannya sekaliguspun; lalu kedalam lubang kunci diputarnya
Gerigi gerigi kunci yang rumit, dan tiap Gigi dan Rintang
Dari Besi berat atau Batu padat dengan mudah
Dilepaskannya: tiba tiba terbuka bergerak
Dengan lontaran kuat dan suara ribut
Pintu pintu neraka, dan pada sumbu sumbu mereka berderit
Petir yang ribut, sehingga dasar terbawah berguncang
Hingga ke Erebus sekalipun. Ia membukanya, namun untuk menutup
Melebihi kekuatannya; Gerbang Gerbang tersebut terbuka lebar,
Sehingga dengan sayap sayap terbentang Balatentara Berpanji Panji
Di bawah Bendera berkibar yang berbaris bisa bergerak lewat
Dengan Kuda dan Kereta Kereta Berkuda dalam susunan yang longgar;
Begitu lebarnya mereka terbuka, dan bagai mulut Perapian
Menyemburkan asap yang semakin menebal dan nyala api merah.
Di depan mata mereka tiba tiba tampak seluruh
Rahasia rahasia jurang dalam penuh topan, sebuah kegelapan
Lautan Tak Terbatas tanpa batasan,
Tanpa ukuran, dimana panjang, lebar, dan tinggi,
Dan waktu dan tempat tidak ada; dimana Malam tertua
Dan Kekacauan, Para Nenek Moyang Dunia Alam, menjalankan
Kekacauan abadi, diantara kegaduhan
Perang tanpa akhir, dan penuh dengan segala kebingungan.
Sebab panas, dingin, lembab, dan kering, empat Juara ganas
Berjuang disana demi Kekuasaan, dan kedalam Pertempuran membawa
Atom Atom terkecil mereka; di sekeliling bendera
Tiap tiap pihak mereka, dalam beberapa Suku Suku mereka,
Dipersenjatai dengan ringan atau berat, tajam, lembut, cepat atau lambat,
Bergerombol amat banyak, tak terhitung jumlahnya bagaikan Pasir
Di tanah kering Barca atau Cyrene,
Yang ditentukan untuk berpihak kepada Angin yang beradu, dan mengarahkan
Sayap sayap ringan mereka. Kepada yang mana angin angin tersebut lebih memihak,
Ia memerintah sesaat; Kekacauan Sang Wasit duduk,
Dan oleh keputusannya lebih membingungkan kegaduhan tersebut
Yang olehnya ia Memerintah: setelah ia Pengadil agung
Peluang memerintah atas semuanya. Kedalam Jurang Dalam liar ini,
Rahim alam dan mungkin Makamnya,
Yang bukan merupakan Laut, bukan Pantai, bukan Udara, bukan Api,
Namun semua sekaligus dalam keadaan matang bercampur
Penuh kebingungan, dan yang harus selamanya bertarung,
Kecuali Sang Pencipta Mahakuasa menetapkan mereka
Sebagai bahan bahan gelapNya untuk menciptakan lebih banyak Dunia,
Kedalam Jurang Dalam liar ini sang penjahat yang capai
Berdiri di ujung Neraka dan melihat sebentar,
Sambil memikirkan Perjalanannya: sebab bukan penyeberangan sempit
Yang harus diseberanginya. Tidak juga telinganya lebih kurang ditulikan
Dengan kegaduhan suara keras dan nyata (untuk membandingkan
Hal hal besar dengan yang kecil) seperti ketika Bellona menyerbu,
Dengan seluruh Peralatan gempurnya untuk menghancurkan
Suatu Ibukota; atau lebih kurang dari itu jikalau rangka
Sorga runtuh, dan seluruh Zat Dasar
Dalam pemberontakan dari Sumbunya mengoyakkan
Bumi yang kokoh. Akhirnya Sayap Sayapnya yang lebar bagai Layar
Dibentangkannya untuk terbang, dan dalam asap yang membumbung
Terangkat jauh diatas tanah, dari sana banyak Liga
Bagai duduk diatas Kursi awan naik berkendara
Dengan lantang, namun tempat duduk itu segera jatuh, karena bertemu
Dengan kekosongan yang amat luas: sepenuhnya tanpa disadarinya
Segera dikepakkan sayapnya dengan sia sia menukik ke bawah ia jatuh
Sedalam selaksa kedalaman, dan hingga saat ini
Jatuh sedalam dalamnya, jika tidak karena peluang buruk
Hembusan kuat awan yang bergolak
Yang dirasuk Api dan Nitro melayangkannya dengan cepat
Jauh bermil mil jaraknya: akhirnya amuk itu berhenti,
Terpadamkan di dalam Rawa bagai Syrtis, yang bukan Laut,
Atau Tanah kering yang kokoh: hampir terseok seok ia meneruskan, [
Melangkahi kepadatan kasar itu, setengah berjalan,
Setengah terbang; Baik Dayung maupun Layar digunakannya.
Seperti ketika seekor Grifon melalui Padang Belantara
Menjalani jalur terbang diatas Bukit atau Lembah berkabut,
Mengejar Orang Orang Arimaspia, yang dengan menyelinap
Telah meminjam melalui penjagaan ketatnya
Emas yang dijaganya: Begitu inginnya sang penjahat
Melalui rawa atau jurang, melalui jalan mulus, kasar, padat, atau rapuh,
Dengan kepala, tangan, sayap, atau kaki bergegas di jalurnya,
Dan berenang atau tenggelam, atau mengapung, atau merayap, atau terbang:
Akhirnya tampak sebuah pusat alam semesta yang liar
Penuh keributan mengagetkan and suara suara membingungkan
Yang terbawa melalui kegelapan hampa menyerang pendengarannya
Dengan kekerasan paling ribut: kesana ia melangkah,
Tanpa takut bertemu disana kuasa apapun
Atau Roh Jurang Dalam yang terbawah
Yang mungkin berdiam didalam keributan itu, yang kepada siapa ia bisa bertanya
Arah mana terletak batas kegelapan terdekat
Yang berbatasan dengan terang; ketika didepannya tampak Tahta
Kekacauan, dan Ruang gelapnya terbentang
Lebar di Jurang Dalam penuh kehancuran; bersamanya Bertahta
Malam yang berjubahkan Sable, yang tertua diantara segala sesuatu,
Pendamping Pemerintahannya; dan dekat mereka berdiri
Orcus dan Ades, dan nama yang ditakuti
Demogorgon; Kabar Angin berikutnya dan Peluang,
Dan Keributan dan Kebingungan saling berlilitan,
Dan Perpecahan dengan seribu bermacam macam mulut.
Kepada mereka Setan berkata dengan lantang, demikian. Kalian Kuasa Kuasa
Dan Roh Roh Jurang Dalam terbawah ini,
Kekacauan dan Malam Kuno, aku datang bukan sebagai mata mata,
Dengan tujuan menjelajahi atau megusik
Rahasia rahasia Duniamu, namun karena keharusan
Berkelana di Padang Pasir gelap ini, sebab perjalananku
Melewati Kemaharajaanmu yang luas naik menuju terang,
Sendirian, dan tanpa pembimbing, setengah tersesat, aku mencari
Jalan paling lancar mana yang menuju batas batas suram daerah kalian
Yang berbatasan dengan Sorga; atau jika ada tempat lain
Yang direbut dari Kekuasaanmu, Sang Raja Sorgawi
Baru baru ini memilikinya, untuk sampai kesana
Aku mengarungi kedalaman ini, arahkanlah jalanku;
Yang diarahkan akan membawa ganti yang tidak kecil
Untuk kalian, jika aku kehilangan Daerah itu,
Segala penyusupan diusir dari sana, akan dimusnahkan
Kembali ke kegelapan semula dan pihak kalian
(Yang adalah tujuanku sekarang) dan sekali lagi
Menegakkan Panji Malam Kuno;
Untuk kalian segala keuntungan, bagiku pembalasan dendam.
Demikian kata Setan; dan kepadanya demikian sang Kekacauan tua
Dengan ucapan ucapan memudar dan wajah tak tersusun
Menjawab. Aku tahu engkau, orang asing, siapa engkau ini,
Sang Malaikat perkasa yang memimpin, yang baru baru ini
Bertempur melawan Sang Raja Sorga, walau dilemparkan.
Aku melihat dan mendengarnya, sebab Balatentara yang sedemikian banyaknya
Tidak melarikan diri dengan sunyi melalui jurang dalam yang tergoncang
Dengan keruntuhan demi keruntuhan, kehancuran demi kehancuran,
Yang membuat Kebingungan lebih dibingungkan lagi; dan Gerbang Gerbang Sorga
Menumpahkan berjuta juta Kumpulan Kumpulan penuh kemenangan
Yang mengejar. Aku di Daerah Daerah Perbatasanku disini
Berdiam tinggal; semua yang bisa kulakukan akan kubantu,
Apa yang sedikit tertinggal untuk dipertahankan
Yang terus mendekati melalui kekacauan dalam kami
Dan melemahkan Kekuasaan Malam tua: pertama tama Neraka
Penjara bawah tanahmu terbentang jauh dan luas dibawah;
Sekarang baru baru ini Langit dan Bumi, sebuah Dunia lain
Bergantung diatas Duniaku, tergantung oleh sebuah Rantai emas
Ke sisi sana adalah Sorga darimana Legion Legionmu jatuh:
Jika ke arah sana perjalananmu, engkau tidak jauh lagi;
Yang merupakan bahaya yang lebih dekat; pergi dan bergegaslah;
Kehancuran dan kerusakan dan keruntuhan adalah keuntungan bagiku.
Ia selesai; dan Setan tidak tinggal lebih lama untuk menjawab,
Namun merasa senang bahwa Lautnya akan segera menemukan pantai,
Dengan kesegaran baru dan kekuatan diperbaharui
Terbang keatas bagaikan sebuah Limas api
Menuju ruang luas yang liar diatas, dan melalui gempuran
Zat Zat Dasar yang bertempur, di seluruh sisi sekeliling
Ditempuhnya untuk terus maju; kesulitan lebih menghadang
Dan lebih membahayakan, daripada ketika Argo melewati
Bosporus diantara Bebatuan yang menjulang:
Atau ketika Ulysses dalam Pelayarannya menjauhi
Charybdis, dan diarahkan oleh pusaran air yang lain.
Demikian juga ia dengan kesulitan dan usaha keras
Terus bergerak, dengan kesulitan dan penuh usaha dilakukannya;
Namun segera setelah ia lewat, segera setelah manusia akan jatuh,
Perubahan aneh! Dosa dan Maut bersama
Mengikuti jejaknya, demikianlah kehendak Sorga,
Mereka membangun dibelakangnya sebuah jalan yang lebar dan mulus
Diatas Jurang Dalam yang gelap, yang Teluk mendidihnya
Bersedia dibangun sebuah Jembatan yang amat panjang
Yang dari Neraka terus mencapai Lingkar terluar
Dunia yang rapuh ini; yang dengannya Roh Roh sesat
Dengan perjalanan mudah lewat kesana dan kesini
Untuk mencobai atau menghukum manusia, kecuali mereka yang oleh
Allah dan Para Malaikat baik dijaga karena karunia khusus.
Namun saat itu akhirnya binar suci
Cahaya tampak padanya, dan dari tembok tembok Sorga
Dipancarkan jauh hingga ke pangkuan Malam yang suram
Sebagai ufuk yang gemilang; disini Alam pertama memulai
Ujung terjauhnya, dan Kekacauan mengundurkan diri
Seolah olah dari pengaruh alam paling jauh sebagai seteru yang diremukkan
Dengan lebih sedikit keributan dan kegaduhan melawan,
Sehingga Setan dengan lebih sedikit berusaha, dan sekarang dengan mudah
Mengawang di gelombang yang lebih tenang oleh cahaya lembut
Dan bagaikan Perahu yang terombang ambing memandang
Dengan senang Pelabuhan didepan, dengan Layar dan Tiang yang terkoyak;
Atau di belantara kosong, bagaikan Udara,
Begitu ringannya sayap sayapnya yang terbentang, dengan santai memandang
Jauh disana Sorga Tertingi, terbentang luas
Dalam lintas, tanpa bisa diketahui apakah mengkotak atau melingkar
Dengan Menara Menara Opal dan Benteng Benteng dihiasi
Dengan Zamrud yang hidup, dulunya Tempat Asalnya;
Dan dekat disana bergantung di sebuah Rantai emas
Alam semesta ini, dalam ukuran bagaikan sebuah Bintang
Yang Terkecil dekat Bulan.
Kesana dengan dipenuhi pembalasan dendam yang jahat,
Dan terkutuk, dan pada saat terkutuk itu ia mengarahkan jalannya.


No comments:

Post a Comment