Cerita Rakyat Inggris
Malam itu sangat gelap dan angin berhembus kencang. Ombak besar bergulung menghempas tepi pantai teluk St. Ives. Ombak itu tidak tampak seperti biasanya. Tidak ada kapal yang berlayar di teluk itu, bahkan tak ada satupun perahu nelayan yang mengapung dipermukaan laut. Beberapa kapal dagang telah berangkat menuju Hayle, atau beristirahat di dermaga St. Ives. Kapal nelayan ditambat di tepi pantai berpasir kering.
Bergerak di atas bebatuan yang menjorok ke laut dari arah timur pantai tampak seberkas cahaya. Cahaya itu melintasi hamparan buih lautan menuju tepi karang terjal. Maju mundur cahaya itu melintas di tempat itu.
“Ha!” ujar seorang pelaut tua menarik nafas, ketika dia melihat ke laut; “malam yang menyedihkan, malam yang menyedihkan! Wanita bangsawan dan Lenteranya telah kembali.”
“Wanita bangsawan dan Lenteranya,” ulangku; “apa maksudmu?”
“Cahaya di luar sana—“
“Itu berasal dari lentera nelayan yang mungkin sedang mencari barangnya yang hilang,” ujarku memotong pembicaraan pria itu.
“Tak pernah ada seorang nelayan maupun kelasi kapal pergi ketempat itu malam hari begini,” jawab pelaut itu.
“Lalu apa itu?” tanyaku penasaran.
“Belum pernah dengar cerita wanita bangsawan dan lenteranya?” tanya seorang wanita yang berdiri di dekat kami.
“Tidak.”
Tanpa basa-basi, wanita itu segera menceritakan cerita itu padaku. Aku terpaksa mengurangi ceritanya yang melompat-lompat itu untuk membuat cerita ini teratur dan juga membuat cerita panjangnya menjadi seringkas mungkin.
Pada tahun itu—ada banyak kapal karam di tengah laut. Waktu itu merupakan masa-masa berkabung. Lebih dari sebulan badai menyerang pulau itu, setiap harinya badai menghempas bertambah kencang dan parah. Suatu malam menjelang senja sebuah kapal tiba-tiba muncul menguak kabut petang di tengah laut berbadai. Keadaan kapal itu ketika ditemukan berada di luar harapan selamat. Para kelasi kapal, begitu melihat mereka menepi ke pantai, bersiap segera berusaha menyelamatkan kapal dan juga menyelamatkan diri mereka sendiri. Amuk gelombang dari barat menggempur kapal itu ketika para awak kapal menambatkan jangkar; kapal terombang-ambing bersiap-siap karam. Tiba-tiba, ia menghantam karang dan lambungnya pecah memancing ombak menyapu permukaan geladaknya. Beberapa orang tewas saat kapal itu pecah dan karam.
Meskipun badai deras menghempas pantai, sebuah perahu yang dikendarai oleh para nelayan St. Ive berangkat dari dermaga menuju lautan yang tengah mengamuk. Keterampilan mereka ketika melaut sedikit menyemangati mereka, dengan semangat teguh dan keinginan untuk menyelamatkan hidup orang lain, mereka berlayar kearah kapal yang tadi terdampar.
Para nelayan itu mendayung perahu mereka ke arah kapal. Kapal itu tidak bisa didekati, kemudian mereka memanggil para awak kapal melemparkan tali ke arah mereka agar mereka bisa mendarat ke perahu mereka. Beberapa awak kapal melemparkan tali dari geladak kapal dan menyelamatkan diri mereka ke atas perahu nelayan.
Kemudian sekelompok penumpang dan awak kapal muncul di geladak kapal mengelilingi seorang wanita bangsawan yang menggendong seorang bayi di pelukannya. Mereka menyuruhnya menyerahkan bayi itu kepada seorang awak kapal agar dia bisa membawanya ke perahu nelayan sementara wanita itu menyusul di belakangnya.
Akan tetapi wanita itu tidak mau berpisah dengan bayinya. Tak lama berselang kapal itu pecah dua dan karam. Wanita bangsawan dan bayinya itu tenggelam ke dalam laut. Nelayan berhasil menarik wanita itu keluar dari cengkraman air laut.
Wanita itu pingsan dan para nelayan membawanya ke perahu tanpa bayinya. Bayi itu terjatuh dari genggamannya dan hilang tenggelam dalam lautan mengegelegar.
Banyak penumpang dan awak kapal selamat berkat pertolongan nelayan pemberani ini. Mereka membawa mereka dengan selamat menuju St.Ives. Sebelum pagi menjelang, pantai St. Ive dipenuhi oleh serakan bangkai kapal yang telah tenggelam.
Kehidupan kembali mengalir di nadi wanita itu; tetapi mengetahui bayinya telah tiada, kehidupan itu kembali sia-sia. Tak lama berselang, wanita itu meninggal menyusul anaknya. Penduduk St Ives memakamkan wanita itu di halaman gereja. Namun, tak lama setelah dimakamkan penduduk melihat sesosok wanita bangsawan melintas di halaman gereja berjalan ke arah pantai lalu menuju pulau. Di sana dia menghabiskan berjam-jama di tengah bebatuan mencari bayinya, dan karena tidak menemukannya dia bersedih dan kembali ke kuburannya. Ketika malam sangat gelap, dia akan pergi ke sana dengan menenteng sebuah lentera; tapi jika malam terang dia tidak membawanya. Kemunculan wanita bangsawan dan lenteranya itu dianggap sebagai pertanda akan datangnya bencana di pantai itu.
Diterjemahkan dari Folklore Inggris: The Lady and The Lantern
No comments:
Post a Comment